sutradara doeloe & jaman -aholic-
Pagi ini dengan mata setengah mengantuk,iseng-iseng aku mengclick iklan kecik yang ada di sebuah situs berita terhandal di Indonesia. TRIBUTE TO TEGUH KARYA,bisa jadi ini merupakan tontonan luar biasa untuk mengenang sang maestro perfilman Indonesia yang banyak melahirkan sineas handal macam Christine Hakim,Slamet Rahardjo,Alex Komang dsb.
Meski Teguh Karya sudah beristirahat dalam damai-Nya,lelaki kelahiran 22 September 1971 ini sekiranya tidak berlebihan,jika kukatakan almarhum sebagai salah seorang pahlawan yang cukup berjasa di bidang perfilman Indonesia.Hampir semua karyanya bisa dibilang menjadi titik awal perfilman Indonesia masa sekarang.
Sejenak aku rindu menyaksikan film-film almarhum,yang dulu sempat kutonton saat umurku masih anak-anak.Salah satu yang kuingat betul adalah film Pacar Ketinggalan Kereta. Film ini mengingatkanku pada remake film-film jaman sekarang yang lebih memfokuskan diri pada lovesentris. Film tanpa cinta seperti sayur tanpa garam.
Sederet karya Teguh Karya yang lain,aku percaya bukan saja sukses sebagai inspirator,namun karya-karya almarhum bisa dibilang adalah suatu bentuk dedikasi dan tanggungjawabnya sebagai seorang sineas Indonesia. Ia bukan saja sutradara, namun lebih dari itu, Ia juga seseorang yang menghargai sejarah. Terbukti, hingga saat ini, properti yang digunakan dalam film-film almarhum masih tersimpan rapi di Teater Populer ( Christine Hakim-red ).
Jebolan ASDRAFI Jogjakarta ini mulai merintis karier perannya tahun 1957, saat itu pria yang terlahir dengan nama Steve Liem Tjoan Hok, sudah sering naik pentas di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI). Pria yang sempat mengenyam pendidikan seni di Hawaii ini melahirkan banyak film yang juga melambungkan nama para pemainnya seperti,Wajah Seorang Laki-Laki (1971), Cinta Pertama (1973), Ranjang Pengantin (1974), Kawin Lari (1975), Perkawinan Semusim (1977), Badai Pasti Berlalu (1977), November 1828 (1979), Di Balik Kelambu (1982), Secangkir Kopi Pahit (1983), Doea Tanda Mata (1984), Ibunda (1986), dan Pacar Ketinggalan Kereta (1986).
Well,sampai akhir hayatnya Teguh Karya memilih untuk tetap melajang. Meskipun sempat tersiar kabar, Teguh Karya stuck dengan seorang aktris senior Indonesia yang namanya berkibar hingga saat ini.TK wafat 11 September 2001, tepat saat terjadinya tragedi bom WTC yg menewaskan ratusan jiwa. Entah sebuah kebetulan atau tidak,Teguh Karya memang punya sejuta alasan untuk dikenang.
Jika aku kembali membaca sutradara Indonesia masa kini,mungkin aku masih belum menemukan jiwa murni perfilman kita.Masih dengan lagu yang sama,unsur westernisasi masih melekat atas nama profit dan selera pasar.Sulit mencari format sinema Indonesia sesuai dengan kehidupan yang kujalani.Semua masih seputar trend,gaya hidup,mobil mewah.Terlalu banyak sinema indonesia melegalisasi perkembangan jaman dengan material kasat mata produksi kumpeni.
Sutradara jaman sekarang,mungkin memang ada di masa yang berbeda dengan masa Teguh Karya.Namun mungkin,mereka perlu lebih banyak melakukan observasi,bahwa permasalahan remaja sekarang bukan hanya soal cinta:)....
Ya,aku masih menanti...sinema Indonesia yang benar-benar logis dan membuatku lebih pandai dan makin memaknai film sebagai suatu bahasa yang bisa mengatakan padaku bagaimana caranya menghadapi dunia yang lebih riil)
1 Comments:
"Well,sampai akhir hayatnya Teguh Karya memilih untuk tetap melajang."
...
tanpa bermaksud mendiskreditkan Oom Teguh.. tapi kental beredar kabar laki-laki itu memang tidak suka perempuan kok. :p
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home